Wae Rebo, Kisah Desa di Atas Awan
Wae Rebo merupakan desa adat yang terletak di sebuah dusun terpencil tepatnya di Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terkenal sebagai desa di atas awan, Wae Rebo terletak di ketinggian 1000 mdpl yang dikelilingi perbukitan yang sangat indah. Wae Rebo menyatakan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada Agustus 2012 menyisihkan 42 negara lainnya.
Untuk mencapai Wae Rebo, pengunjung harus menempuh jarak sekitar 6 km dari Desa Dintor menuju Desa Denge dengan menggunakan sepeda motor. Perjalanan dari Denge menuju Wae Rebo, memakan waktu sekitar 3 jam pendakian melewati daerah terpencil yang dikelilingi oleh hutan yang masih alami, melintasi sungai dan melintasi jurang.
Meski lokasinya jauh dari keramaian dan sulit dijangkau, namun Kampung Wae Rebo sangat terkenal terutama oleh wisatawan mancanegara di Eropa karena desain arsitekturalnya yang memiliki daya tarik tinggi. Salah satu hal yang menarik dari Desa Wae Rebo adalah rumahnya yang berbentuk kerucut dan atapnya terbuat dari daun lontar. Hasil kerajinan warga berupa kopi, vanili dan kulit kayu manis sebagai barang cinderamata dibawa pulang oleh wisatawan dengan harga yang memuaskan.
Tidak sulit untuk jatuh cinta dengan desa ini. Pengunjung bisa merasakan keunikan budaya, adat istiadat, keramahan warganya serta kearifan lokal yang masih terasa kental di desa ini.
Bagaimana dengan Akses dan Transportasi Menuju Wae Rebo?
Lalu bagaimana jika kita ingin mengunjungi Wae Rebo? Jika ingin melihat dunia luar, masyarakat Wae Rebo harus ke Denge dulu. Yang benar justru sebaliknya. Kalau mau ke Waerebo, kita harus ke Denge juga.
Untuk menuju Denge dengan kendaraan umum, Anda harus memulai perjalanan dari Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Ada penerbangan langsung ke Ruteng dari Denpasar, hanya tidak setiap hari. Mudah untuk pergi ke Labuan Bajo terlebih dahulu sebelum melanjutkan dengan bus atau perjalanan ke Ruteng.
Transportasi dari Ruteng ke Denge atau Dintor (Dintor adalah desa dekat Denge) tidak banyak. Ada bemo, sejenis angkot yang beroperasi tidak setiap hari. Yang tersedia setiap hari adalah mobil kayu, truk yang bagian belakangnya disulap dengan papan menjadi tempat duduk penumpang.
Hanya ada satu atau dua potong kayu untuk dioperasikan setiap hari. Mereka berangkat dari Terminal Mena di Ruteng sekitar pukul 09.00-10.00. Tiba di Denge sekitar jam 2 siang.
Sebelum Menuju ke Wae Rebo, Kita Harus Mampir Dulu di Desa Denge atau Dintor
Di Dintor ada sebuah penginapan bernama Wae Rebo Lodge. Pemiliknya bernama Pak Martinus Anggo, pria asli Wae Rebo. Sedangkan di Denge, desa terakhir sebelum perjalanan ke Wae Rebo, terdapat homestay Wehang Asih milik Pak Blasius Monta – juga seorang Wae Rebo. Di dekat homestay Wejang Asih juga ada Pusat Informasi dan Perpustakaan Desa Wae Rebo. Bapak Blasius Monta dan Bapak Martinus Anggo merupakan dua orang yang sering mempromosikan Wae Rebo sebagai objek wisata.
Trekking Panjang Penuh Petualangan Menuju Wae Rebo
Untuk memulai trekking ke Wae Rebo, sebaiknya berangkat pagi-pagi sekali. Pasalnya, sekitar 3-4 kilometer perjalanan awal tidak ditumbuhi pepohonan yang rindang. Saat Anda memulai trekking di siang hari, risikonya adalah tersengat sinar matahari.
Jika Anda terlambat, jangan malah memilih keluar pada malam hari untuk menghindari sinar matahari. Ini tidak diperbolehkan. Trek yang akan Anda lewati merupakan tanah yang bergejolak dan rawan longsor, sehingga sangat berbahaya jika trekking dilakukan pada malam hari.
Perjalanan 3-4 kilometer awal merupakan jalan yang cukup untuk penghangat. Tanjakannya tidak terlalu curam, dan jalannya cukup lebar. Track selanjutnya adalah jalan setapak di tengah hutan yang sangat rimbun. Beberapa kali jalan setapak berada di pinggir tebing yang berbatasan langsung dengan jurang maut.
Jalanan yang akan Anda lalui terus menanjak, hingga Anda mencapai jarak 2.400 meter sebelum Wae Rebo. Setelah itu, Anda akan menemukan jalan yang datar. Kurang dari satu kilometer dari Wae Rebo, jalan Anda akan turun dan melewati kebun kopi.
Kurang lebih 3-4 jam trekking untuk mencapai Wae Rebo. Saat musim hujan, lahan trekking akan sangat licin dan menjadi banyak lintah, jadi sebaiknya lebih waspada.
Selanjutnya masyarakat Wae Rebo akan menyapa dengan senyum yang sangat ramah dan sangat manis. Selamat datang di Wae Rebo.